Main » 2013»March»24 » Amnesty kecewa dengan pernyataan pemerintah Indonesia
12:23 PM
Amnesty kecewa dengan pernyataan pemerintah Indonesia
London (ANTARA
News) - Amnesty International kecewa terhadap pernyataan pemerintah
Indonesia yang tidak akan membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)
mengadili mereka yang bertanggung jawab terhadap penculikan dan
penghilangan paksa 13 aktivis politik selama tahun 1997 dan1998.
Campaigner - Indonesia & Timor-Leste Amnesty International
Secretariat, Josef Roy Benedict, kepada ANTARA London, Sabtu menyebutkan
kegagalan menghadirkan kebenaran apa yang terjadi kepada mereka yang
hilang dan membuat pelaku bertanggung jawab, melanggengkan keberlanjutan
pelanggaran HAM dan mendukung iklim impunitas di Indonesia.
Amnesty International yang markas besarnya di London juga meminta
pemerintah Indonesian untuk meratifikasi Konvensi Internasional Bagi
Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa pada kesempatan
sesegera mungkin, memasukkan ketentuan ke dalam hukum domestik dan
mengimplementasikannya pada kebijakan dan praktik.
Penasehat Presiden Albert Hasibuan membawa harapan ketika dikabarkan
menyatakan Presiden akan mengeluarkan keputusan untuk membentuk sebuah
Pengadilan HAM ad hoc untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas
kasus penghilangan paksa 1997-98.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto,
membantahnya dan mengumumkan bahwa pemerintah tidak mempunyai rencana
untuk membentuk pengadilan tersebut.
Nasib dan keberadaan dari 13 aktivis politik yang hilang pada 1997-1998
selama bulan terakhir kekuasaan Presiden Suharto masih tidak diketahui.
Lima di antaranya menjadi korban penghilangan paksa pada 1997 dan
delapan hilang selama krisis politik di awal 1998.
Sembilan lainnya yang ditangkap dan disiksa militer selama ditahan
secara terisolir di fasilitas militer di Jakarta 1998, dan yang kemudian
dilepas, telah mengkonfirmasi paling tidak enam orang yang masih
hilang.
Menindaklanjuti penyelidikan yang dibuat oleh Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM), parlemen Indonesia merekomendasikan Presiden
Bambang Yudhoyono untuk membentuk Pengadilan HAM ad hoc untuk mengadili
mereka yang bertanggung jawab terhadap penghilangan paksa pada
1997-1998.
Rekomendasi lainnya mencakup pencarian segera 13 aktivis yang masih
hilang oleh pihak berwenang Indonesian; pemberian "rehabilitasi dan
kompensasi" kepada keluarga korban; dan ratifikasi Konvensi
Internasional Bagi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa.
Amnesty International meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk
segera menjalankan rekomendasi parlemen 2009 tersebut dan secepatnya
menginisiasi suatu investigasi independen, imparsial, dan efektif atas
penghilangan 13 aktivis tersebut.
Hal ini harus merupakan bagian dari investigasi yang lebih luas atas
penghilangan paksa yang terjadi di Indonesia dan selama pendudukan
Timor-Leste pada 1975-1999.
Mereka yang ditemukan bertanggung jawab harus dibawa ke muka hukum dalam
suatu pengadilan yang independen dan prosesnya harus sesuai dengan
standar internasional tentang keadilan, tanpa menerapkan hukuman mati.
Korban dari penghilangan paksa dan/atau keluarganya harus disediakan
pemulihan yang lengkap dan efektif termasuk restitusi, kompensasi,
rehabilitasi, kepuasan dan jaminan ketidakberulangan.
Penghilangan paksa adalah pelanggaran HAM yang serius dan kejam; sebuah
pelanggaran hak baik terhadap korban langsung maupun terhadap mereka
yang mencintainya.
Selama nasib dan keberadaan dari orang-orang hilang tidak diketahui
keluarganya, penghilangan paksa merupakan pelanggaran HAM yang terus
terjadi, seringkali untuk bertahun-tahun, setelah penculikan pertama
kali dilakukan. (ZG)